Jumat, 12 September 2008

Menonton Kebenaran

Sebagai manusia yang mengandung rasa dan akal ( termasuk akal -akalan ), tiap orang bisa dan boleh merumuskan kebenaran sesuai kualitas - kodrat masing - masing.Tak mengherankan terdapat 1001 versi kebenaran.Ada kebenaran tegak lurus, bengkok, kebenaran kiwir - kiwir dan sebagainya.Artinya, ia bisa jadi biang konflik...maka mozaik kebenaran dibawah ini mungkin mambantu menghindari konflik.Ia dirumuskan orang - orang pintar diberbagai tempat dan zaman yang namanya pernah mengukir sejarah.
Kebenaran suka ngilang, sebab pusing memikirkan diri sendiri. Rumusan kebenaran yang ini sering berbentur rumusan yang itu dan tak bisa dipertemukan. Jadi gunjang - ganjing yang gelap adalah basis menuju ke kebenaran. Itu kata GEORGE GORDON ( 1788 - 1824 ), penyair Inggris.
Mengapa berbagai rumusan kebenaran tak bisa bertemu dan akur?. Menurut KARNEADES ( 214 - 129 SM ), filsuf Yunani, sebab kebenaran itu urakan dan liar. Ia sama sekali tak punya norma. Akal, alasan, kilah, opini dan apa saja bisa dilakukan demi dia - yang sebetulnya cuma cara untuk menipu.
Cara menipu untuk memanipulasi kebenaran itu tentunya bikin sebal. Seperti CHRISOSTOMUS ( 345 - 407 ), patriach Constantinopel, misalnya menulis "Utak - atik merumuskan kebenaran untuk membela kejahatan adalah kriminal!"
Juga, SAMUEL LANGHORNE CLEMENS ( 1835 - 1910 ), pengarang AS yang lebih tenar sebagi MARK TWAIN, sebal dan sinis terhadap manipulasi - pembusukan kebenaran tersebut, "Sejarah dan pengalaman tiap individu sarat bukti bahwa kebenaran mata rentan - ringkih sebab kebohongan bersifat abadi", tulisnya.
Jadi kebenaran bersangkutan dengan sejarah? Bukan cuma bersangkut - paut, bahkan SEJARAH ADALAH IBU KEBENARAN.Kebenaran adalah pesaing sang waktu, gudang segala perbuatan basar, saksi masa lalu, teladan masa kini dan monitor masa depan. Ia lentur tapi tak bisa patah. Ia selalu mengapung diatas kepalsuan, bagai minyak diatas air."Maka ucapkan kebenaran, setan akan malu!" tulis MIGUEL de CERVANTES SAAVEDRA ( 1547 - 1616 ), penyair dan dramawan Spanyol.
Entah, garis merah macam apa yang bisa ditarik dari opini oarang - orang diatas.Tapi agaknya kebenaran itu tidak serumit yang kita duga. Sekurangnya itulah yang dikatakan RALPH WALDO EMERSON ( 1803 - 1882 ), penyair AS yang pernah menjadi Menteri. Tulis pejabat tersebut "Kebenaran tak pernah rumit atau pelik. Kebenaran jadi meragukan karena muncul opini kilah dan akal - akalan model baru. Maka manusia harus punya pegangan. Tuhan menganugerahi akal budi agar manusia mampu memilih anatara kebenaran dan kepalsuan. Manusia harus memilih, sebab tak bisa memiliki keduanya sekaligus."
Pemilihan itu bisa dilakukan sebab panduannya jelas. Lihat resep ERNST HEINRICH HAECKEL ( 1834 - 1919 ), biolog asal Jerman :"Kebenaran adalah tujuan pemaduan pikiran ( spekulasi ) dengan pengalaman ( pengetahuan empiris ) dibawah bimbingan akal."Jika dalam dalam praktek sulit, sebab..mengatakan kebenaran itu sukar, sebagaimana menyembunyikannya." Itu menurut BALTASAR GRACIAN ( 1601 - 1658 ), penulis Spanyol dan Yesuit.
Meski sulit, kebenaran harus diuji. Itu menurut OLIVER WENDELL HOLMES ( 1841 - 1935 ), mantan Ketua Mahkamah Agung AS. Cara terbaik mengujinya ialah melemparkan ketengah masyarakat, untuk diterima atau ditolak.
Tapi ujian itu tak membuat yang sulit menjadi mudah. Apalagi kebenaran itu "bukan ini bukan itu" ucap SAMUEL TAYLOR COLERIDGE
( 1772 - 1834 ). Ia penyai, filsuf dan kritikus Inggris, yang lebih jauh menulis :"Kebenaran itu bukan kenyataan, bukan argumen dan bukan kesimpulan sebab substansinya tergantung sumbernya. Makna kebenaran tergantung pengucapnya, jadi relatif.
Tapi normatif:kebenaran adalah rangkuman segala legitimasi yang terkumpul dari aneka fakta yang terbukti membahagiakan, yang
cuma bisa ditemukan dalam laku keutamaan. Maka kebenaran adalah pengetahuan yang mampu memahami keutamaan sebagai sumber kebahagiaan."
Rupanya, kebenaran bisa melebar berkobar. Pantas jika sejak masa purba dicari - cari, sebagai kerinduan tak terpuaskan (
MARKUS TULLIUS CICERO ), dewa orang -orang bebas ( MAXIM GORKI ) dan Putri Sang Waktu ( AULUS GELLIUS ).
Kebenaran memang berkobar tapi tetap dihadang keraguan. Itu menurut JOHANN WOLFGANG von GOETHE ( 1749 - 1832 ), filsuf -penyair - dramawan Jerman. Ia mencatat :"Kebenaran adalah cahaya yang menyilaukan hingga orang yang nenangkapnya dengan mata tertutup, takut buta. Ia prasyarat kebijaksanaan. Tapi begitu kebijaksanaan ditemukan, muncul keraguan."
Mirip gagasan Goethe adalah ALBERT CAMUS ( 1913 - 1960 ), novelis Perancis kelahiran Aljazair. Baginya kebenaran baru jelas jika disandingkan dengan kepalsuan dan keraguan yang ia rumuskan dalam 3 ( tiga ) proses penalaran.
  1. Kebenaran itu bagai cahaya matahari, menyilaukan, membuat orang enggan memandangnya berlama - lama. Kebenaran memang maya tapi bisa jadi perangkap. Sekali manusia terperangkap, ia akan terus gelisah mencarinya.
  2. Kepalsuan itu bagai cahaya bintang - bintan yang indah, memikat banyak orang. Dari sini manusia bisa terjerumus dalam kebenaran semu - palsu, yang manakala terbongkar, akan menjadi faktor yang menghancurkan diri sendiri.
  3. Dalam konteks dua penalaran tersebut, muncul keraguan, sebagai faktor yang melekat dalam kebenaran. Keraguan jadi prasyarat menuju kebenaran. Dengan bijak menyikapi keraguan, maka ziarah mencari kebenaran tak akan tegang ialah "menerima" kepalsuan dan kebobrokan sebagai realitas hidup. Juga, menerima sosok gelap tersebut sebagai "jodoh" atau sisi lain kebenaran.
Mungkin gagasan Camus itu dikembangkan ALBERT EINSTEIN ( 1879 - 1855 ), ilmuwan AS - Swiss kelahiran Jerman. Sebab ia mengatkakan : "Mengklaim diri sebagai wasit penentu kebenaran, akan hancur sendiri. Sebab kebenaran selalu beriring dengan kebaikkan dan keindahan, yang membuat manusia menemukan keberanian baru untuk menghadapi apapun."
Keindahan kebenaran menonjol dalam KHONG HU CU alias KONFUSIUS ( 551 - 479 ), bijaksanawan dari Tiongkok. Catatannya :
"Mengetahu kebenaran tak identik mencintainya. Mencintainya tak identik bersuka cita tentangnya dan atau mengatasnamakannya.
Sebab kebenaran berarti sadar dalam mawas diri. Jadi, kebenaran itu cerdas, luas, dalam dan tak bisa dihancurkan apa dan siapa pun."
Terakhir, mngkin ucapan EURIPIDES ( 485 - 406 ), dramawan Yunani berikut, panatas dipajang juga : " Kata - kata dalam kebenaran selalu sederhana tanpa polesan."
Nah, 1001 kebenaran telah dipamerkan. Mau diapakan itu semua? Tentu saja tidak bisa diapa - apakan, selain direnungkan. Siapa tahu dengan itu kita bisa tidur nyenyak meski umpamanya dikepung hal - hal aneh saat 1001 kebenaran mengalami kerancuan makna dan sekian usaha pelurusan terasa lamban kehabisan nyali.

2 komentar:

nkoswara mengatakan...

Hebat pisan aksan teu nyangki nya, tah kitu atuh lewat tulisanmu mari kita jadikan blog ini sbg rumah kita yg tdk sj ada kamarnya, dapurnya, ruang tamunya tp jg ada serambinya tempat kt bercengkrama berleha-leha dan jg berhening diri (tp jgn kelamaan nanti ke cilendek lho ..) walau sy teh mash bingung yg mana aksan teh krn sptnya kt blm ketemuan ya .....

achsann mengatakan...

bang...kita pernah ketemu...mungkin abang lupa....tapi itu dulu ketika aku masih di Bogor...trims ya Bang..