Keberhasilan; ABSRUDITAS YANG KITA PIKIRKAN
Ketika seorang teknisiku yang notabene posisinya di kantor ada di bawahku yang kebetulan menggunakan kendaraan lebih bagus dariku mengatakan “tidak sepantasnya orang seperti saya pergi ke kantor dengan hanya mengendarai vespa (yang butut)” yang merupakan kendaraan kesayanganku untuk ngantor. Aku katakana sama dia “ lebih tidak pantas lagi bila orang seperti aku, hanya untuk menciptakan image harus merampok negeriku yang sudah miskin ini” Saya dan dia mempunyai persepsi yang berbeda tentang apa itu image dan status?
Ketika seorang teknisiku yang notabene posisinya di kantor ada di bawahku yang kebetulan menggunakan kendaraan lebih bagus dariku mengatakan “tidak sepantasnya orang seperti saya pergi ke kantor dengan hanya mengendarai vespa (yang butut)” yang merupakan kendaraan kesayanganku untuk ngantor. Aku katakana sama dia “ lebih tidak pantas lagi bila orang seperti aku, hanya untuk menciptakan image harus merampok negeriku yang sudah miskin ini” Saya dan dia mempunyai persepsi yang berbeda tentang apa itu image dan status?
Ketika aku masih tugas di Sukamandi, pada saat mengadakan selametan sederhana untuk kelahiran putraku yang ke dua, seorang penduduk asli setempat yang sudah tua (aku panggil dia Engkong) yang kebetulan dipekerjakan untuk membantu penelitianku pernah mengatakan bahwa di daerah itu, status seseorang ditentukan antara lain dari keberhasilannya menampilkan berbagai macam hiburan pertunjukan dikampungnya saat hajatan kalau perlu selama 7 hari 7 malam, disertai banyaknya tamu yang mempunyai jabatan dan kedudukan penting di lingkungan tersebut., walau untuk itu dia harus berutang kesana kemari. Aku katakan sama Engkong “itu tidak akan menjadikan dia berhasil dan berstatus tinggi, karena setelah itu mungkin ia akan jatuh miskin dengan menjual sawahnya untuk melunasi hutang-hutangnya” Saya dan dia mempunyai persepsi yang berbeda tentang apa itu keberhasilan dan status?
Ketika aku jalan-jalan dengan seorang temenku Dr Sangha di tengah sibuknya jalanan kota Bangkok yang didominasi oleh mobil-mobil jenis double cab keluaran merek yang paling banyak digunakan di negeri kita. Saya sempet bilang sama dia bahwa orang Thailand kaya-kaya, karena di Jakarta mobil tersebut menjadi salah satu barang mewah sebagai mobil liburan ke gunung untuk membawa kendaraan gunung, atau liburan ke pantai untuk membawa speed boat. Temenku tersebut hanya tertawa dan mengatakan bahwa mobil tersebut adalah mobil para petani, sebagai mobil multifungsi yang selain dapat digunakan untuk acara keluarga, juga dapat digunakan untuk pergi ke sawah, kebun atau tambaknya, untuk membawa barang atau hasil pertaniannya ke kota. Di negeriku dan negerinya, ternyata keberhasilan dan kemewahan tidak ditampilkan dalam kondisi yang sama.
Ketika adiku mengatakan bahwa velg dan ban asli mobil terbarunya sudah diganti dengan yang baru yang harganya cukup untuk membeli 2 buah mobil seperti milikku, dan ketika dia membeli sebidang tanah untuk hanya dijadikan gudang barang-barangnya di tengah kota Bekasi, yang (lagi) hanya bernilai cukup untuk membeli setidaknya lebih dari 10 buah rumah model milikku, yang mungkin tidak akan aku peroleh walau harus puasa tanpa buka sampai aku pensiun. Aku katakana pada adikku yang hanya beda umur 2 tahun dibawahku “dia berhasil dan bahagia”. Aku terkaget waktu dia menjawab”mungkin” karena dia hampir tidak sempat menikmati apa yang dimilikinya, karena saking sibuk mencarinya. Lebih anaehnya lagi dia bahkan mengatakan bahwa “Aa (saya) telah berhasil dan kelihatannya bahagia, walau harus hidup dengan keterbatasan kesehatan dan kekurangan dari sisi ekonomi”. Aku dan adiku ternyata punya persepsi yang berbeda tentang arti keberhasilan dan kebahagiaan
Ketika aku sedang berjuang untuk menyelesaikan kuliah S2 dan nyambi bekerja pada sebuah Group Perusahaan yang cukup bernama dengan jabatan “entahlah”, Presdirku (yang memang sangat baik padaku) pernah mengajaku ditemani 3 dir dir lainnya untuk ikut konkow disebuah hotel berbintang di Jakarta. Hanya untuk duduk ngobrol berlima diselingi makanan dan minuman selama sekitar 4 jam, tak kurang dari 3 juta uang yang harus dikeluarkan. Aku berpikir Allah Maha Adil, karena pada saat ada sebagian dari kita yang dengan mudahnya mengeluarkan uang, aku sedang pusing 10 keliling mencari uang senilai sama (3 juta) untuk bayar kuliahku 1 semester yang harus ada besok, atau terpaksa DO. Dan aku merasa amat sangat berhasil, ketika bisa membayar uang kuliahku dan tidak jadi DO dari hasil pinjaman sementaraku ke koperasi. Aku berpikir bahwa nilai keberhasilan dan kekayaan antara aku dan dia ternyata berbeda.
Aku menjadi teringat akan kata-kata seorang teman, abang dan sekaligus guru hidupku yang pernah mengatakan bahwa ” Orang yang berhasil dengan segala fasilitas dan kemudahan yang dimilikinya, adalah biasa” yang sangat luar biasa adalah ketika seseorang ”bisa berhasil dengan segala keterbatasan dan rintangan yang menyertainya”. Terima kasih Mas Bagyo (Cipto Subagio), berkat petuahmu aku dapat menyelesaikan kuliahku, walau kalau boleh meminjam kata-kata profesor pembimbingku saat sidang yang mengatakan ”.... berkat segenap perjuangan, dengan tertatih-tatih, bahkan mungkin dengan merangkak, anda saya nyatakan berhasil lulus.....” untuk yang ini, aku berpendapat sama.
Begitu absrud kata keberhasilan bila diterjemahkan, tergantung dari sudut mana kita memandang. Bagaimana orientasi masyarakat telah membuat sesuatu hal yang kita lihat ”sangat berbeda” tergantung dari kondisi dan orientasi dari masyarakat tersebut. Seorang ibu rumah tangga, mungkin akan berpikir dia telah berhasil ketika mampu merawat dan mendidik anak-anaknya dengan kasih sehingga mampu mengantarkan nya ke jenjang yang dia inginkan. Seorang (maaf) tukang becak mungkin akan berpikir dia telah berhasil ketika mampu mengantarkan penumpangnya ke tempat tujuan dengan selamat dan mendapatkan upah dari bulir keringatnya untuk tidak tekor setoran becaknya serta ada sedikit lebih untuk dimakan keluarganya yang sudah menunggu hari itu, hanya untuk hari itu. Atau seorang koruptor yang mungkin berpikir bahwa dia telah berhasil ketika mampu membuat bangkrut negerinya dan menyengsarakan seluruh rakyat negeri tersebut.
Keberhasilan hakiki tidak dinilai berdasarkan hasil, melainkan dari bagaimana proses pencapaian itu diraih. Tak ada dari kita yang gagal dalam hidup. Seperti kata Tina, yang membedakan mungkin hanya "ordinat"nya saja.