Jumat, 18 Juli 2008

PENGAKUAN 3: Sepatunya disemir dulu

Seperti hari hari dari keseharian kita di kampus tercinta, makan pagi alias sarapan termasuk agenda acara yang ditunggu (walaupun menunya sudah bisa ditebak; teri maen bola atau telor mata sapi atau telur dadar atau telur asin bisa telungkup atau nasi goreng, plus segelas teh kurang gula yang terkadang sesekali susu). Untuk mendapatkan hidangan tersebut, tidak diperoleh dengan mudah, kita harus berbaris rapi dengan pakaian seragam lengkap yang rapi dengan dikomando regu piket dan diawasi guru piket. Kayanya udah bakat (sampe sekarang), saya termasuk yang paling males untuk berapih ria. Setelah melalui pengawasan guru piket, saya dikeluarkan dari barisan dan tidak diperkenankan untuk ikut sarapan pagi dengan alasan SEPATU TIDAK DISEMIR, SABUK DAN EMBLIM TIDAK MENGKILAT dan baru boleh ikut makan bila semua persyaratan di atas dipenuhi.
Dasar emang males (atau ini namanya provokator), bukannya memenuhi semua permintaan guru piket, saya malah pergi ke depan pintu ruang makan, menguncinya dari luar dan membubarkan barisan untuk kembali ke kamar masing-masing dan menyuruh mengunci kamar masing-masing dari dalam dengan alasan minta PERBAIKAN MENU MAKAN. Alhasil, hari itu kami tidak jadi makan dan tidak masuk kelas, alias mogok makan dan belajar sebelum TUNTUTAN PERBAIKAN MENU dipenuhi (rasanya bukan hanya sekali kita minta perbaikan menu ya?).
Setelah melalui perundingan yang alot antara pengurus OVA dan pihak Kampus, dicapailah kesepakatan tidak tertulis yang intinya AKAN DILAKUKAN PERBAIKAN MENU. Alhamdulillah, setelah kejadian tersebut sarapan pagi rada sering keluar yang namanya susu, dan telur asin jadi utuh.
Kepada Guru Piket waktu itu Bapak Bambang Gunadi, saya minta maaf, telah bikin Bapak kelimpungan

1 komentar:

Munandar mengatakan...

Kasihan! Angkatanku dulu mah belum sampai krisis menu gituan! He... he...